Semua sama dihadapan Allah swt. kecuali kadar ketakwaan dan Iman kita

Kamis, 06 Januari 2011







Ketika lahir, kapanpun itu, semua sama...
tak berdaya, tak berpendidikan, tak bergelar, tak berharta
Ketika mati, kapanpun itu, semua sama
tak berdaya, tak berharta, tak bergelar, tak berpendidikan

Ketika kita memacu diri maupun anak-anak kita untuk meraih ilmu setinggi mungkin,
Apakah benar ilmu yang kita kejar?
Bila benar, mengapa kita tidak menghargai orang yang mengejar ilmu dengan cara membaca sebanyak-banyaknyak, meski tidak mengikuti sekolah formal?
Bila benar, mengapa kita tidak menghargai orang yang mengejar ilmu dengan mengikuti pak kiai
dan membantunya menyusun makalah, meski tidak mengikuti pesantren?
Bila benar, mengapa orang yang ikut pesantren dipandang sebelah mata, bahkan pesantren dianggap 'bengkel manusia' untuk anak-anak yang terlanjur 'salah didik?'

Salah seorang teman saya pernah cerita bahwa dia menggantikan Bapaknya untuk duduk di kelas kuliah S2, karena Bapaknya sibuk, dan bahkan mengerjakan tugasnya sekalian... lah yang nyari ilmu siapa, yang dapat ilmu siapa terus yang dikejar apa kalau begitu?

Well, hari ini saya membaca kembali riwayat kehidupan kakak kelas saya, yang meninggal kebetulan dia kakak kelas di SMP,

Dia sangat beruntung....
Almarhum tergolong ganteng, ceria, pokoknya menyenangkan
di SD, beliau rangking 1 terus,
di SMP, beliau biasa saja, eskulnya keren, lelaki, beliau juga prestasinya bagus, tapi keburu meninggal.

Beruntung sekali
Siapapun yang liat, sepertinya ngiler melihat jenjang pendidikannya
Para orang tua, masa tidak ingin anaknya dapat, beasiswa lagi?


Tapi, saat ini, saat saya baca kembali riwayatnya
si Bapak yang saya kagumi riwayatnya itu, tinggal segunduk tanah...
segunduk tanah yang sama dengan sebelahnya, adiknya yang baru lulus S1 waktu meninggal, dan sama dengan gundukan Pakdeh saya, yang tidak lulus sekolah, bahkan tidak disekolahkan uyut, Hiks..Hiks..Hiks..

sama dengan gundukan tanah seorang pemulung yang baru dikuburkan kemarin
sama dengan gundukan tanah seorang pahlawan yang tertembak mati
sama dengan semua gundukan-gundukan tanah, yang isinya siapapun

Gelar yang telah diraih dengan susah payah itu lebur begitu saja
tidak ada yang sempat mengingatnya lagi, kecuali saya, dan mungkin ibunya
entah itu menjadi beban, bila ilmu yang diraih itu belum sempat diamalkan
entah itu menjadi peringan beban, bila ilmu yang dicari itu telah diamalkan

Jadi buat apa kita mencari gelar?
S1 S2 S3, Es teler sekalipun....
tidak berguna di akhirat, kecuali ilmu yang kita tuntut itu, telah kita amalkan
kecuali gelar itu berguna bagi masyarakat sekitar kita

Apa arti keberuntungan?
Keberuntungan bukan lagi berarti dapat beasiswa, atau dapat kuliah ke luar negeri
Keberuntungan adalah ketika kita dari kecil hingga menginjak liang lahat, dapat berguna bagi sekitar kita
Keberuntungan adalah ketika kita dapat menjadi orang yang baik, beramal baik, dari bayi hingga liang lahat

Karena itulah yang akan kita bawa, ketika kita menjadi sekedar segunduk tanah
Bisakah kita meluruskan niat, ketika kita ditawari beasiswa keluarnegeri?
Bisakah kita meluruskan niat, ketika kita mengirim anak sekolah?
Benarkah kita mencari ilmu lalu bersiap mengamalkannya untuk masyarakat sekitar kita?

NB : Bukan dalam bentuk bekerja untuk cari duit lho...Hiks..Hiks..Hiks..


Sa'derengipun kluo Nedi Ngapunten kalian si Pembaca, Semoga Bermanfaat Ngge....


0 komentar:

Posting Komentar